UKA Gagal, Bagaimana Sikap Guru?
Beberapa hari
ke depan guru calon peserta sertifikasi kuota 2012 mulai waswas mengunggu
pengumuman resmi hasil uji kompetensi awal (UKA) yang sudah mereka ikuti secara
serempak pada tanggal 25 Februari yang lalu. Mengapa rekan-rekan guru calon
peserta sertifikasi kuota 2012 mulai sedikit waswas? Sebab, berdasarakan apa
yang sudah dikatakan oleh Mendikbud, bahwa nilai rata-rata hasil Uji Kompetensi
Awal (UKA) rendah, yakni hanya 42,25 dan tingkat kelulusannya baru mencapai
sekitar 88,5 % atau 248.733 guru dari 281.016 guru calon peserta sertifikasi
secara nasional (Suara Merdeka, 20-21 Maret 2012). Berarti masih ada sekitar
32.316 guru (11,5%) yang belum lulus atau belum berhasil memenuhi standar
kopetensi minimal untuk menjadi guru profesional. Sudah barang tentu wajah sumringah
mewarnai raut muka rekan-rekan guru yang berhasil lulus UKA, karena tahapan
pertama sudah mereka lalui dengan sukses dan selanjutnya tinggal menunggu
tahapan berikutnya yakni mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG). Meskipun
untuk lulus PLPG itu sendiri tidak mudah dan juga melelahkan, bahkan di akhir
kegiatan PLPG guru masih diuji lagi melalui ujian kompetensi akhir untuk
mendapatkan sertifikat sebagai simbol penyandang gelar guru profesional. Sebaliknya,
rasa cemas tentu menyelimuti rekan-rekan guru yang belum lulus UKA, bagaimana
tidak? Berdasakan kriteria penetapan urutan (rangking) peserta sertifikasi
tahun ini didominasi guru berusia di atas 50 tahun dengan masa kerja minimal 25
tahun. Dengan usia dan masa kerja yang seperti itu, ditunjang dengan
bukti-bukti riil setiap tahun telah meluluskan ratusan siswa dalam ujian
nasional tentu secara psikis ada banyak perasaan di benak rekan-rekan guru yang
tidak lulus UKA.
Memang,
sebagaimana yang dijelaskan oleh Mendikbud, mereka yang belum lulus UKA akan
mendapatkan pembinaan dan selanjutnya masih diberi kesempatan untuk mengikuti
uji kompetensi berikutnya. Bagi rekan-rekan guru yang usianya masih muda pernyataan
Mendikbud tersebut tentu tidak menjadi masalah yang perlu dipikirkan panjang
lebar karena mereka tinggal mengikuti kegiatan-kegiatan pembinaan dan menambah
ilmu pengetahuan serta pengalamannya untuk menunjang kompetensi mereka sambil
menunggu kesempatan tahun berikutnya untuk mengikuti uji kompetensi lagi.
Permasalahan yang mungkin perlu dipikirkan oleh pemerintah adalah bagaimana
dengan nasib rekan-rekan guru yang belum lulus UKA, tapi mereka tinggal
beberapa bulan atau setahun lagi memasuki masa pensiun? Di sinilah kebijakan
arif harus dilakukan pemerintah, karena disadari atau tidak aturan teknis
pelaksanaan sertifikasi dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan, dan
perubahan itu sedikit banyak menimbulkan permasalahan baru, yang jika dibahas dalam
kesempatan ini pasti sangat panjang.
Agar terlepas
dari harapan kosong, cemas, pesimis bahkan frustasi maka alangkah arif dan
bijaksananya jika pemerintah untuk tahun ini tetap mengikutsertakan rekan-rekan
guru yang belum lulus UKA untuk mengikuti tahapan-tahapan sertifikasi
selanjutnya tanpa menunggu setahun yang akan datang. Dengan demikian, disatu
sisi rekan-rekan guru yang belum lulus UKA, terutama yang berusia lanjut tidak
terlalu galau atau antipati terhadap program sertifikasi dan masih sempat ikut
merasakan manisnya tunjangan sebagai wujud apresiasi pemerintah terhadap
dedikasi mereka selama ini. Di sisi lain, beban pemerintah untuk merampungkan
target sertifikasi secara nasional tepat pada waktunya, karena amanat UU Guru
dan Dosen sudah ditetapkan bahwa paling lambat 10 tahun sejak undang-undang
tersebut disahkan sertifikasi guru harus sudah selesai. Maka yang perlu
dipikirkan dan ditindak lanjuti pemerintah adalah segera menentukan policy
untuk membina rekan-rekan guru yang tidak lulus UKA terutama yang berusia
lanjut sesegera mungkin untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman baru untuk
menambah energi dan semangat sebelum mereka memasuki masa purna tugas. Dengan
adanya kebijakan pemerintah yang arif dan bijaksana tentu akan menambah
motivasi mereka dalam mengantarkan anak didik untuk sukses dalam pembelajaran.
Sehingga rekan-rekan guru yang gagal UKA, tidak perlu cemas bahkan putus asa
namun seyogyanya tetap bersemangat untuk mengabdikan diri demi kesusksesan
anak-anak bangsa sesuai kemampuannya sebagai guru profesional.