Jumat, 15 Juni 2012

Bentuk Kekuasaan Negara


BENTUK KEKUASAAN NEGARA

A.     PENGERTIAN KEKUASAAN NEGARA
             Setiap negara pasti memiliki kekuasaan. Kekuasaan negara merupakan kemampuan utk mempengaruhi kebijaksanaan umum atau pemerintah melalui proses terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dng tujuan pemegang kekuasaan (negara) itu sendiri.  Kekuasaan negara merupakan satu-satunya pihak berwenang yg mempunyai hak untuk mengendalikan perilaku masyarakat dengan paksaan.
             Menurut Robert M. Mac Iver, kekuasaan adl kemampuan utk mengendalikan tingkah laku orang lain baik scr langsung dng jalan memberi perintah, maupun tdk langsung dng menggunakan segala alat dan cara yang tersedia.

B.     NEGARA OTORITER
             Kekuasaan yg bersifat otoriter (berasal dari bahasa Inggris – authoritarian) berarti paham kepatuhan mutlak kepada seseorang. Praktek sistem otoriter ini berupa sistem pemerintahan diktator yg berarti seseorang yg berkuasa secara mutlak/absolut  dengan  tujuan untuk  mewujudkan kekuasaan negara yang kuat.
             Pelopor teori otoriter adalah Niccolo Machiavelli (1469-1527), ajarannya diberi nama IL Principe artinya Sang Raja/Buku Pelajaran utk Raja. Buku ini merupakan pedoman bagi para raja dlm menjalankan kekuasaannya sehingga pemerintahannya berjalan dng baik. Menurut N. Machiavelli, tujuan negara adalah mengusahakan terselenggaranya ketertiban, keamanan, & ketentraman, yang semua itu hanya dapat dicapai oleh pemerintahan raja yg berkuasa mutlak atau absolut, guna memperoleh & menghimpun kekuasaan sebesar-besarnya di tangan raja.
             Sesuai isi ajarannya, yang pertama-tama dibangun adalah sistem pemerintahan terpusat (sentral). Disini ada pemisahan yg tegas antara asas  moral dan tata susila dari asas-asas kenegaraan, karena moral adalah sesuatu yg diharapkan (das sollen), sedangkan ketatanegaraan adalah merupakan suatu kenyataan (das sein). Padahal suatu kenyataan (das sein) itu selalu berbeda dengan apa yg diharapkan (das sollen). Alangkah bedanya antara cara seharusnya memegang kekuasaan dengan cara orang sesudah menjadi penguasa, apa yg diucapkan tdk sesauai  dng apa yg diperbuatnya. Hingga orang akan lebih membinasakan dari pada menyelamatkan, jika orang lupa akan kenyataan itu. Di lingkungan orang-orang jahat orang baik pasti tdk akan selamat. Jadi raja harus belajar supaya tidak  menjadi orang baik. Raja tidak perlu terikat pada aturan-aturan yg telah dibuatnya. Apabila aturan itu ditepati  akan merugikan negaranya. Jadi raja boleh ingkar janji bila itu utk kepentingan negaranya.
             Selanjutnya Niccolo Machiavelli berpendapat bahwa hukum dan kekuasaan adalah sama, sebab siapa yg mempunyai kekuasaan ia mempunyai hukum, dan siapa yg tdk mempunyai kekauasaan maka ia tidak mempunyai hukum. Ia mengagung-agungkan kekuasaan bahkan menghalalkan segala cara utk mencapai tujuan tsb. Kalau perlu raja harus licik, lancung dan ditakuti rakyatnya. Seorang raja harus berperan sebagai perpaduan antara singa dan kancil. Menjadi singa agar tidak  gentar pada serigala, menjadi kancil agar tidak terjerat jaring
             Salah satu contoh penguasa yg otoriter adalah Idi Amin, mantan Presiden Uganda (1971-1979). Selama pemerintahannya banyak terjadi pelanggaran HAM berat, tanpa memperhatikan hukum, banyak rakyat sipil terbunuh, rakyat mengalami kekacauan, kemiskinan, dan kesengsaraan yang mendalam.


C.     NEGARA  DEMOKRASI
            Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos artinya rakyat, dan kratos berarti pemerintahan. Secara umum demokrasi diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Oleh sebab itu, dalam negara demokrasi kekuasan tertinggi berada di tangan rakyat. Dalam pemerintahan demokrasi semua rakyat diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan, yang kini kita kenal dengan nama pemilihan umum, baik dng sistem demokrasi langsung (demokrasi kuno- zaman Yunani kuno) maupun sitem demokrasi perwakilan (demokrasi modern).
            Di dalam negara demokrasi modern terdapat pembedaan pemegang kekuasaan dalam negara, yang meliputi:
1.       Legislatif: badan yang berkekuasa membuat UU, dikenal dng sebutan Parlemen atau DPR.
2.       Eksekutif: badan pemegang kekuasaan  pemerintahan atau badan yang melaksanakan UU negara, dikenal dengan sebutan Pemerintah yang dikepalai Presiden atau PM.
3.       Yudikatif: badan pengawas pelaksanaan peraturan perundang-undangan, yang dijalankan oleh Kekuasaan Kehakiman (badan perdilan) yang berpuncak pada MA.
Satu-satunya badan kekuasaan yang benar-benar bebas  adalah Yudikatif., sebab di negara yang demokratis kekuasaan kehakiman adalah bebas merdeka dari pengaruh kekuasaan lainnya. Sedangkan hubungan antara badan  legislatif  dan eksekutif tergantung kepada sistem ketatanegaraan dari suatu negara, sebagaimana yang  tersebut dalam keterangan berikut.

1.        Demokrasi dengan Sistem Presidensial
Dalam sistem ini, hubungan antara badan eksekutif (Presiden) dengan  legislatif (Parlemen/DPR) lebih besifat kerjasama, sebab Presiden tdk bertanggungjawab kepada Parlemen/DPR tetapi bertanggungjawab kepada rakyat yang memilihnya. Namun demikian Presiden tdk dapt  berbuat semaunya, tetapi tetap harus memperhatikan pendapat Parlemen / DPR sebagai bentuk kontrol politik jalannya pemerintahan.
      Sebagaimana yang berlaku di Indonesia, dengan sistem presidensial dimana susunan badan eksekutif/pemerintahan adalah Presiden (kepala pemerintahan), Wakil Presiden, dan  para Menteri. Dalam menjalankan tugasnya Presiden dibantu para menteri yang memimpin departemen-departemen pemerintahan. Para Menteri diangkat dan diberhentikan serta bertanggungjawab kepada Presiden. DPR tidak dapat membatalkan kebijaksanaan dari para menteri, yang bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas para menteri adalah Presiden sendiri. Meskipun demikian, DPR dapat meminta keterangan kpd para menteri terhadap kebijaksanaan yang diambilnya dan memberikan masukan sebagai bentuk kontrol politik.

2.        Demokrasi dengan Sistem Parlementer
      Di dalam sistem ini terdapat hubungan yang erat antara eksekutif dan legislatif. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh suatu kabinet/dewan menteri yang dipimpin seorang Perdana Menteri.
      Kabinet memiliki inisiatif dan kebebasan dalam menjalankan kebijaksanaan pemerintahannya namun harus bertanggungjawabkan kepada DPR setiap waktu, baik oleh seorang menteri atau oleh kabinet secara kolektif/PM. Jika pertanggungjawaban  kabinet diterima DPR maka tidak terjadi apa-apa, tetapi jika pertanggungjawaban kabinet ditolak DPR, maka terjadi krisis kabinet artinya DPR sudah tidak percaya lagi terhadap kebijaksanaan kabinet, maka menteri/dewan menteri/PM harus mengundurkan diri.
      Namun di lain pihak, jika terjadi keragu-raguan dari kabinet terhadap DPR, sebab DPR dianggap tidak bersifat representatif, maka kabinet mempunyai kekuasaan untuk membubarkan DPR.
      Setelah pembubaran DPR selanjutnya disusul dengan pemilihan /pembentukan DPR baru. DPR baru inilah yg akan menilai apakah tindakan kabinet yang membubarkan DPR tadi benar atau tidak, artinya jika DPR baru menilai bahwa tindakan kabinet utk membubarkan DPR tadi tdk benar maka kabinet  itulah yang harus membubarkan diri, kemudian disusun kabinet baru. Sebaliknya, jika DPR baru bisa menerima kebijaksanaan kabinet, berarti tindakan pembubaraan DPR adalah sudah benar.
3.        Demokrasi dengan Sistem Referendum
Sitem ini berlaku di negara Swiss. Di dalam sistem ini badan eksekutif/pemerintah disebut Bundesrat sedangkan badan legislatifnya disebut Bundesversammlung. yg terdiri dari badan perwakilan nasional dan perwakilan dari negara-negara bagian ( namanya Katon).
Bundesrat bersifat sbg suatu dewan,  merupakan bagian dari Bundesversammlung maka Bundesrat tidak dapat dibubarkan oleh Bundesversammlung, karena Bundesrat hanya semata-mata badan pelaksana keputusan dari Bundesversammlung, shg sistem ini disebut sistem badan pekerja. Anggota Bundesrat  sejumlah 7 orang yg diambilkan dari sebagian anggota Bundesversammlung, masa jabatannya 3 tahun dng tdk dpt diberhentikan, dan dpt dipilih kembali setelah masa jabatannya selesai, ke-7 orang inilah yg merupakan badan yg bertugas melaksanakan secara administrasi keputusan-keputusan Bundesversammlung.
Referendum berarti pemungutan suara secara langsung dari rakyat utk mengontrol tindakan/keputusan Bundesversammlung. Referendum dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
1.  Referendum Obligator, atau referendum wajib adalah referendum yg menentukan  berlakunya suatu UU atau peraturan.
2.  Referendum Fakultatif, atau referendum tdk wajib. Misalnya referendum yg diadakan utk menentukan  suatu UU perlu diadakan perubahan atau tidak.

D.     NEGARA  HUKUM
            Pencetus negara hukum adalah Imannuel Kant (1724-1804). Gagasan negara hukum menurutnya disebut negara hukum murni / negara hukum klasik / negara hukum dlm arti sempit / negara polisi penjaga malam.
            Mengapa demikian ? karena menurut Immanuel Kant, negara hanya berfungsi menjaga ketertiban agar semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara berjalan di atas hukum yang berlaku, jadi negara bersikap pasif tanpa berusaha meningkatkan kesejahteraan warganya.
            Gagasan negara hukum bertujuan melindungi hak asasi manusia, sebagai reaksi atas  kesewenang-wenangan para penguasa. Oleh sebab itu perlu dibentuk negara hukum dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1.Pengakuan atas hak asasi manusia.
2.Pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia.
3.Pemerintahan harus berdasarkan hukum.
4.Pengadilan utk menyelesaikan masalah yg timbul akibat adanya pelanggaran HAM.
Pada permulaan abad XX negara hukum ini mengalami kegagalan dlm memecahkan kesejangan ekonomi dan sosial yg terjadi akibat dari adanya persaingan bebas/liberalisme sehingga tdk berhasil menciptakan pemerataan kesejahteraan di segala bidang, sehingga munculah gagasan negara hukum modern/ negara kesejahteraan.

E.     NEGARA  KESEJAHTERAAN
Teori Negara kesejahteraan (welfare state) disebut juga negara hukum dalam arti luas / negara hukum modern. Menurut teori ini, negara memiliki tugas bukan hanya menjaga keamaanan &ketertiban, tetapi juga menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Hal ini dimaksudkan rakyat akan memiliki kesadaran utk mentaati hukum, karena hukum negara yang memiliki kekuasaan tertinggi maka siapapun juga harus tunduk terhadap hukum, termasuk pemerintah.
Negara berkepentingan langsung untuk menangani persoalan yang menyangkut kesejahteraan warga negara, seperti masalah ketenagakerjaan, pengangguran, pembangunan di segala bidang, pemilikan, penguasaan, dan pengawasan negara atas alat-alat produksi penting, pengaturan pemilikan tanah bagi kesejahteraan rakyat.
Kranenburg salah satu tokoh pencetus negara kesejahteraan mengatakan, selain menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, negara berkewajiban pula untuk mewujudkan dan memperjuangkan kesejahteraan rakyatnya.
Friedrich Julius Stahl tokoh pencetus negara kesejahteraan lainnya, berpendapat bahwa unsur-unsur negara kesejahteraan  meliputi hal-hal berikut :
1.Pemerintah harus menjunjung tinggi hukum dan menjalankan pemerintahan  berdasarkan hukum yg berlaku.
2.Kekuasaan negara harus dibagi dlm lembaga-lembaga sehingga tdk terpusat pada satu tangan/satu lembaga.
3.Adanya jaminan hak asasi manusia.
4.Adanya peradilan tata usaha negara.

      Menurut  Robert M. Mac Iver dalam bukunya The Web of Government (1947), tujuan negara kesejahteraan adalah menyelenggarakan kepentingan umum, caranya tidak sewenang-wenang tetapi menurut saluran hukum.

1 komentar: