BAB II
KAJIAN TEORI
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A.
Kajian
Teori
1. Keberanian Mengemukakan Pendapat
a. Pengertian Pendapat
Pengertian
pendapat adalah merupakan suatu hubungan atau gabungan dari dua pengertian,
dalam pendapat pengertian yang satu disebut subjek, sedangkan pengertian yang
lain disebut predikat, pendapat adalah suatu hubungan kesatuan dari dua atau
lebih pengertian. Pendapat dilambangkan dalam bentuk kalimat (Wiramihardja,
2007).
Sedangkan
Sunardi dan Asy (2004) mengatakan bahwa, “pendapat adalah buah pikiran
seseorang”. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka pendapat bisa diartikan
suatu kemauan dan kemampuan seseorang sebagai ungkapan isi hati dan perasaan
sesuai daya pikirnya dalam menanggapi sesuatu.
b. Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat
Dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, setiap warga negara memiliki
hak dan kewajiban. Salah satu hak warga negara adalah mengeluarkan pendapat.
Dalam Universal Declaration of Human Rights
(Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi Manusia), pasal 19 menyatakan bahwa
setiap orang berhak untuk mempunyai
pikiran sendiri dan untuk mengeluarkan pendapatnya; hak ini meliputi juga
kebebasan untuk mempunyai pendapat tanpa campur tangan orang lain dan untuk
mencari, menerima, dan menyiarkan
penerangan dan pendapat melalui media
apa pun dan tanpa
mengindahkan batas negara (Sunardi dan Asy, 2004).
Dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab X Pasal disebutkan: “Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang”. Kemudian
dalam Bab X-A Pasal 18E ayat 3 dinyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat” (Listyarti, 2004).
Undang-Undang
Republik Indonesia No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Bab III Bagian
Kelima Pasal 23 ayat 2 menyatakan: “Setiap orang bebas untuk mempunyai,
mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan
dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan
nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum dan keutuhan bangsa”.
Selanjutnya dipertegas dalam pasal 25: “Setiap orang berhak menyampaikan pendapat di muka
umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan” ( Rosyada, dkk., 2005).
Secara
khusus, kemerdekaan mengemukakan pendapat diatur dalam UU RI No.9 Tahun 1998
tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Dalam pasal 2 ayat 1 UU
itu, disebutkan bahwa setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok,
bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab
berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Sunardi dan
Asy, 2004)
Dengan
demikian, pengertian kemerdekaan meyampaikan pendapat adalah hak setiap warga
negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara
bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c. Mengemukakan Pendapat dalam Proses Pembelajaran
Proses
Pembelajaran menyangkut kegiatan belajar dan mengajar. Belajar terkait dengan
segala kegiatan yang dilakukan oleh siswa, sedangkan mengajar terkait dengan kegiatan-kegiatan
guru dalam proses pembelajaran. Kedua kegiatan ini akan berhasil guna sebagai
suatu kegiatan pembelajaran jika terjadi interaksi (hubungan timbal balik) guru-siswa
pada saat pembelajaran berlangsung.
Efektifitas
interaksi guru-siswa dalam proses pembelajaran antara lain ditentukan oleh
faktor komunikasi. Menurut Depdiknas (2004) keberhasilan interaksi guru-siswa,
salah satunya sangat ditentukan oleh pola komunikasi yang digunakan oleh guru
pada saat berinteraksi dengan siswa di kelas.
Pola
komunikasi guru-siswa dalam pembelajaran di kelas akan berpengaruh pada aktifitas
siswa dalam belajar. Pola komunikasi satu arah akan menjadikan
proses pembelajaran tak ubahnya sebagai tempat penyampaian informasi, dimana
guru lebih aktif sedangkan siswa pasif. Pola komunikasi dua arah memungkinkan
terjadinya dialog antara guru dan siswa, baik dalam bentuk komunikasi guru kepada
siswa atau siswa kepada guru. Misalnya, guru bertanya kepada siswa atau
sebaliknya siswa bertanya atau meminta penjelasan kepada guru. Pola komunikasi dalam
proses pembelajaran di kelas akan lebih efektif manakala pola komunikasi
terjalin secara multi arah. Dalam arti, komunikasi tidak hanya terjadi dari
guru kepada siswa, atau sebaliknya dari siswa kepada guru, tetapi juga antara siswa
dengan siswa. Di sini siswa dituntut lebih aktif, siswa seperti halnya guru
dapat berfungsi sebagai sumber belajar bagi siswa lainnya.
Pola-pola
komunikasi pembelajaran seperti di atas, terutama pola komunikasi multi arah memungkinkan
munculnya berbagai pendapat terutama pendapat siswa dalam suasana pembelajaran,
baik dalam bentuk pertanyaan, jawaban pertanyaan, usulan-usulan maupun
argumentasi lainya.
Pola
komunikasi multi arah tercipta manakala guru dalam penyajian pembelajarannya
menggunakan metode-metode pembelajaran yang mendorong siswa aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan. Keaktifan siswa dalam pembelajaran di kelas dapat
diukur, antara lain melalui indikator keberaniannya dalam mengemukakan pendapat
, baik dalam bentuk: bertanya, menjawab pertanyaan, memberikan usulan dan berargumentasi.
siip. terima kasih
BalasHapus