Jumat, 15 Juni 2012

UU Partai Politik












UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008
TENTANG PARTAI POLITIK



DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran  dan  pendapat  merupakan  hak  asasi  manusia  yang diakui dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa     untuk     memperkukuh     kemerdekaan      berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, serta demokratis dan berdasarkan hukum;

c. bahwa kaidah demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat,  aspirasi,  keterbukaan,  keadilan,  tanggung jawab,  dan perlakuan  yang  tidak  diskriminatif                               dalam  Negara  Kesatuan Republik Indonesia perlu diberi landasan hukum;

d. bahwa   Partai   Politik   merupakan   sarana   partisipasi   politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung jawab;

e.  bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik perlu diperbarui sesuai dengan tuntutan dan dinamika perkembangan masyarakat;

f.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf   a,            huruf        b,   huruf   c,   huruf   d,   dan   huruf  e   perlu membentuk Undang-Undang tentang Partai Politik.


Mengingat :    Pasal 5 ayat (1), Pasal 6A ayat (2), Pasal 20, Pasal 22E ayat (3), Pasal 24C ayat (1), Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;



Dengan . . .


Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK.




BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Partai  Politik  adalah  organisasi  yang   bersifat  nasional   dan dibentuk   oleh   sekelompok   warga   negara   Indonesia   secara sukarela  atas  dasar  kesamaan  kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Anggaran Dasar Partai Politik, selanjutnya disingkat AD, adalah peraturan dasar Partai Politik.

3. Anggaran  Rumah  Tangga  Partai  Politik, selanjutnya disingkat
ART, adalah peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran AD.

4. Pendidikan Politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang  hak,  kewajiban,  dan  tanggung  jawab  setiap                 warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

5. Keuangan Partai Politik adalah semua hak dan kewajiban Partai Politik  yang  dapat  dinilai  dengan  uang,  berupa  uang,  atau barang serta segala bentuk kekayaan yang dimiliki dan menjadi tanggung jawab Partai Politik.

6. Menteri adalah Menteri yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia.

7. Departemen   adalah   Departemen   yang   membidangi   urusan hukum dan hak asasi manusia.


BAB II . . .


BAB II PEMBENTUKAN PARTAI POLITIK

Pasal 2

(1)  Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 50 (lima puluh) orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun dengan akta notaris.

(2)  Pendirian    dan    pembentukan    Partai    Politik    sebagaimana dimaksud                   pada    ayat    (1)    menyertakan    30%    (tiga    puluh perseratus) keterwakilan perempuan.

(3)  Akta   notaris   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   harus memuat AD dan ART serta kepengurusan Partai Politik tingkat pusat.

(4)  AD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit:
a. asas dan ciri Partai Politik;
b. visi dan misi Partai Politik;
c.  nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik;
d. tujuan dan fungsi Partai Politik;
e.  organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan;
f.   kepengurusan Partai Politik;
g. peraturan dan keputusan Partai Politik;
h. pendidikan politik; dan i.    keuangan Partai Politik.
(5)  Kepengurusan    Partai    Politik    tingkat    pusat    sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan menyertakan paling rendah 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.



Pasal 3

(1)  Partai Politik harus didaftarkan ke Departemen untuk menjadi badan hukum.

(2)  Untuk menjadi badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Partai Politik harus mempunyai:
a. akta notaris pendirian Partai Politik;
b. nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan                   pada  pokoknya          atau  keseluruhannya   dengan nama, lambang, atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah     oleh   Partai Politik         lain    sesuai  dengan   peraturan perundang-undangan;
c.  kantor tetap;


d. kepengurusan . . .


d. kepengurusan paling sedikit 60% (enam puluh perseratus) dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan
25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan; dan
e.  memiliki rekening atas nama Partai Politik.


Pasal 4

(1)  Departemen menerima pendaftaran dan melakukan penelitian dan/atau verifikasi kelengkapan dan kebenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (2).

(2)  Penelitian dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya dokumen persyaratan secara lengkap.

(3) Pengesahan Partai Politik menjadi badan hukum dilakukan dengan Keputusan Menteri paling lama 15 (lima belas) hari sejak berakhirnya proses penelitian dan/atau verifikasi.

(4)  Keputusan    Menteri    mengenai    pengesahan    Partai    Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.


BAB III

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PARTAI POLITIK Pasal 5
(1)   Perubahan AD dan ART harus didaftarkan ke Departemen paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak terjadinya perubahan tersebut.

(2)   Pendaftaran  perubahan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyertakan akta notaris mengenai perubahan AD dan ART.

Pasal 6

Perubahan yang tidak menyangkut hal pokok sebagaimana dimaksud dalam   Pasal             2         ayat         (4)   diberitahukan   kepada   Menteri   tanpa menyertakan akta notaris.


Pasal 7

(1)    Menteri mengesahkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya dokumen persyaratan secara lengkap.


(2) Pengesahan . . .


(2)    Pengesahan  perubahan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

(3)    Keputusan   Menteri   sebagaimana    dimaksud   pada   ayat   (2)
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.



Pasal 8

Dalam hal terjadi perselisihan Partai Politik, pengesahan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) tidak dapat dilakukan oleh Menteri.


BAB IV ASAS DAN CIRI Pasal 9
(1)    Asas Partai Politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

(2)    Partai    Politik    dapat    mencantumkan    ciri    tertentu    yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Partai Politik yang tidak bertentangan             dengan  Pancasila              dan   Undang-Undang  Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(3)    Asas   dan   ciri   Partai   Politik   sebagaimana   dimaksud   pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan penjabaran dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.




BAB V TUJUAN DAN FUNGSI Pasal 10

(1)  Tujuan umum Partai Politik adalah:
a. mewujudkan      cita-cita       nasional      bangsa      Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. menjaga    dan    memelihara    keutuhan    Negara    Kesatuan
Republik Indonesia;
c.  mengembangkan      kehidupan      demokrasi      berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
d. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.


(2) Tujuan . . .


(2)  Tujuan khusus Partai Politik adalah:
a. meningkatkan  partisipasi  politik  anggota  dan  masyarakat dalam              rangka    penyelenggaraan    kegiatan    politik    dan pemerintahan;
b. memperjuangkan  cita-cita  Partai  Politik  dalam  kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan
c.  membangun   etika   dan   budaya   politik   dalam   kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(3)  Tujuan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan secara konstitusional.


Pasal 11

(1)  Partai Politik berfungsi sebagai sarana:
a. pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
b. penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;
c.  penyerap,    penghimpun,    dan    penyalur    aspirasi    politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;
d. partisipasi politik warga negara Indonesia; dan
e. rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui               mekanisme    demokrasi    dengan    memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

(2)  Fungsi  Partai  Politik  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat   (1)
diwujudkan secara konstitusional.


BAB VI

HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 12
Partai Politik berhak:
a.   memperoleh  perlakuan  yang  sama,  sederajat,  dan  adil  dari negara;
b.   mengatur   dan   mengurus   rumah   tangga   organisasi   secara mandiri;
c.    memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar
Partai Politik sesuai dengan peraturan perundang-undangan;


d. ikut . . .


d.   ikut  serta  dalam  pemilihan  umum  untuk  memilih  anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
e.    membentuk fraksi di tingkat Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi,       Dewan                Perwakilan                Rakyat  Daerah   kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
f.    mengajukan    calon     untuk    mengisi    keanggotaan    Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
g.   mengusulkan   pergantian   antarwaktu   anggotanya   di   Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
h.   mengusulkan pemberhentian anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan  Perwakilan Rakyat  Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
i.    mengusulkan  pasangan  calon  Presiden  dan  Wakil  Presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon walikota dan wakil walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
j.    membentuk dan memiliki organisasi sayap Partai Politik; dan

k.   memperoleh bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja               Negara/Anggaran   Pendapatan   dan   Belanja   Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Pasal 13

Partai Politik berkewajiban:
a.   mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara              Republik   Indonesia    Tahun   1945,    dan    peraturan perundang-undangan;
b.   memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c.    berpartisipasi dalam pembangunan nasional;
d.   menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia;
e.    melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik anggotanya;
f.    menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum;
g.   melakukan    pendaftaran    dan    memelihara    ketertiban    data anggota;


h. membuat . . .


h.   membuat   pembukuan,   memelihara   daftar   penyumbang   dan jumlah              sumbangan   yang   diterima,    serta    terbuka   kepada masyarakat;
i.    menyampaikan  laporan  pertanggungjawaban  penerimaan  dan pengeluaran             keuangan            yang bersumber   dari  dana   bantuan Anggaran             Pendapatan         dan   Belanja   Negara   dan   Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara berkala 1 (satu) tahun sekali kepada      Pemerintah setelah  diperiksa oleh               Badan Pemeriksa Keuangan;
j.    memiliki  rekening  khusus  dana  kampanye  pemilihan  umum;
dan
k.   menyosialisasikan program Partai Politik kepada masyarakat.



BAB VII

KEANGGOTAAN DAN KEDAULATAN ANGGOTA Pasal  14
(1)  Warga  negara  Indonesia  dapat  menjadi  anggota Partai Politik apabila telah                berumur                 17    (tujuh    belas)    tahun    atau sudah/pernah kawin.

(2)  Keanggotaan Partai Politik bersifat sukarela, terbuka, dan tidak diskriminatif bagi warga negara Indonesia yang menyetujui AD dan ART.


Pasal 15

(1)  Kedaulatan   Partai   Politik   berada   di   tangan   anggota   yang dilaksanakan menurut AD dan ART.

(2)  Anggota  Partai   Politik   mempunyai   hak   dalam   menentukan kebijakan serta hak memilih dan dipilih.

(3)  Anggota Partai Politik wajib mematuhi dan melaksanakan AD
dan ART serta berpartisipasi dalam kegiatan Partai Politik.


Pasal 16

(1)  Anggota Partai Politik diberhentikan keanggotannya dari Partai
Politik apabila:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri secara tertulis;
c. menjadi anggota Partai Politik lain; atau d. melanggar AD dan ART.


(2) Tata . . .


(2)  Tata     cara     pemberhentian     keanggotaan     Partai     Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan Partai Politik.

(3) Dalam hal anggota Partai Politik yang diberhentikan adalah anggota                lembaga    perwakilan    rakyat,    pemberhentian    dari keanggotaan  Partai  Politik  diikuti  dengan pemberhentian dari keanggotaan    di                lembaga    perwakilan    rakyat sesuai   dengan peraturan perundang-undangan.



BAB VIII

ORGANISASI DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 17

(1)  Organisasi Partai Politik terdiri atas:
a. organisasi tingkat pusat;
b. organisasi tingkat provinsi; dan
c. organisasi tingkat kabupaten/kota.

(2)  Organisasi   Partai    Politik   dapat    dibentuk    sampai    tingkat kelurahan/desa atau sebutan lain.

(3)  Organisasi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai hubungan kerja yang bersifat hierarkis.



Pasal 18

(1)  Organisasi Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di ibu kota negara.

(2)  Organisasi Partai Politik tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.

(3)  Organisasi Partai Politik tingkat kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.



BAB IX KEPENGURUSAN Pasal 19

(1)  Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di ibu kota negara.

(2)  Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.


(3) Kepengurusan . . .


(3)  Kepengurusan      Partai      Politik      tingkat      kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
(4)  Dalam hal kepengurusan Partai Politik dibentuk sampai tingkat kelurahan/desa                                 atau        sebutan        lain,        kedudukan kepengurusannya     disesuaikan      dengan      wilayah      yang bersangkutan.


Pasal 20

Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3) disusun dengan    memperhatikan              keterwakilan       perempuan     paling           rendah
30% (tiga puluh perseratus) yang diatur dalam AD dan ART Partai
Politik masing-masing.


Pasal 21

Kepengurusan Partai Politik dapat membentuk badan/lembaga yang bertugas  untuk  menjaga  kehormatan  dan martabat Partai Politik beserta anggotanya.


Pasal 22

Kepengurusan  Partai   Politik   di   setiap   tingkatan   dipilih   secara demokratis melalui musyawarah sesuai dengan AD dan ART.


Pasal 23

(1)  Pergantian   kepengurusan   Partai   Politik  di   setiap   tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART.
(2)  Susunan kepengurusan hasil pergantian kepengurusan Partai Politik tingkat pusat didaftarkan ke Departemen paling lama 30 (tiga puluh)          hari          terhitung          sejak           terjadinya                pergantian kepengurusan.
(3)  Susunan    kepengurusan   baru   Partai    Politik    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri paling    lama  7        (tujuh)             hari     terhitung     sejak                 diterimanya persyaratan.


Pasal 24

Dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan Partai Politik hasil forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik, pengesahan perubahan     kepengurusan                    belum                dapat    dilakukan              oleh   Menteri sampai perselisihan terselesaikan.

Pasal 25 . . .


Pasal 25

Perselisihan kepengurusan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam  Pasal  24  terjadi  apabila  pergantian  kepengurusan  Partai Politik  yang  bersangkutan  ditolak  oleh  paling  rendah  2/3  (dua pertiga) dari jumlah peserta forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik.


Pasal 26

(1)  Anggota Partai Politik yang berhenti atau yang diberhentikan dari kepengurusan dan/atau keanggotaan Partai Politiknya tidak dapat membentuk kepengurusan dan/atau Partai Politik yang sama.

(2)  Dalam hal dibentuk kepengurusan dan/atau Partai Politik yang sama  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  keberadaannya tidak diakui oleh Undang-Undang ini.


BAB X PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 27

Pengambilan keputusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan secara demokratis.


Pasal 28

Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sesuai dengan AD dan ART Partai Politik.


BAB XI REKRUTMEN POLITIK

Pasal 29

(1)  Partai  Politik  melakukan  rekrutmen  terhadap  warga  negara
Indonesia untuk menjadi:
a. anggota Partai Politik;
b. bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah;
c.  bakal calon Presiden dan Wakil Presiden; dan
d. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.


(2) Rekrutmen . . .


(2)  Rekrutmen  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan perundang-undangan.

(3)  Penetapan atas rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan keputusan pengurus Partai Politik sesuai dengan AD dan ART.


BAB XII

PERATURAN DAN KEPUTUSAN PARTAI POLITIK Pasal 30
Partai Politik berwenang membentuk dan menetapkan peraturan dan/atau keputusan Partai Politik berdasarkan AD dan ART serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.


BAB XIII PENDIDIKAN POLITIK

Pasal 31

(1) Partai Politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan             ruang     lingkup               tanggung   jawabnya   dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender dengan tujuan antara lain:
a. meningkatkan  kesadaran  hak  dan  kewajiban  masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
b. meningkatkan  partisipasi  politik  dan  inisiatif  masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan
c. meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.

(2)  Pendidikan   politik   sebagaimana    dimaksud   pada    ayat    (1) dilaksanakan untuk membangun etika dan budaya politik sesuai dengan Pancasila.


BAB XIV
PENYELESAIAN PERSELISIHAN PARTAI POLITIK Pasal 32
(1)  Perselisihan Partai Politik diselesaikan dengan cara musyawarah
mufakat.


(2) Dalam . . .


(2)  Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian perselisihan Partai Politik ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan.

(3)  Penyelesaian   perselisihan   di   luar   pengadilan   sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui rekonsiliasi, mediasi, atau arbitrase Partai Politik yang mekanismenya diatur dalam AD dan ART.


Pasal 33

(1) Perkara Partai Politik berkenaan dengan ketentuan Undang- Undang ini diajukan melalui pengadilan negeri.

(2)  Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.

(3)  Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh pengadilan  negeri  paling  lama  60  (enam  puluh)  hari  sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak memori kasasi terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung.



BAB XV KEUANGAN Pasal 34

(1)  Keuangan Partai Politik bersumber dari:
a. iuran anggota;
b. sumbangan yang sah menurut hukum; dan
c. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(2)  Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa.

(3)  Bantuan  keuangan   dari   Anggaran  Pendapatan   dan   Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan secara proporsional kepada  Partai Politik         yang              mendapatkan    kursi  di        Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota yang penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara.

(4)  Bantuan keuangan kepada Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 35 . . .


Pasal 35

(1)  Sumbangan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  34  ayat  (1)
huruf b yang diterima Partai Politik berasal dari:
a. perseorangan  anggota  Partai  Politik  yang  pelaksanaannya diatur dalam AD dan ART;
b. perseorangan  bukan  anggota  Partai  Politik,  paling  banyak senilai Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) per orang dalam waktu  1 (satu) tahun anggaran; dan
c. perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) per perusahaan dan/atau badan usaha dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran.

(2)  Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada prinsip kejujuran, sukarela, keadilan, terbuka, tanggung jawab, serta  kedaulatan dan kemandirian Partai Politik.


Pasal 36
(1)  Sumber   keuangan   sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   34
merupakan    pendapatan     yang    dapat     digunakan     untuk pengeluaran dalam pelaksanaan program, mencakup pendidikan politik, dan operasional sekretariat Partai Politik.

(2)  Penerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik dikelola melalui rekening kas umum Partai Politik.

(3)  Pengurus    Partai    Politik    di    setiap    tingkatan    melakukan pencatatan atas semua penerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik.

Pasal 37

Pengurus Partai Politik di setiap tingkatan organisasi menyusun laporan                 pertanggungjawaban     penerimaan     dan     pengeluaran keuangan setelah tahun anggaran berkenaan berakhir.


Pasal 38

Hasil pemeriksaan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 terbuka untuk diketahui masyarakat.


Pasal 39

Pengelolaan keuangan Partai Politik diatur lebih lanjut dalam AD
dan ART.


BAB XVI . . .


BAB XVI LARANGAN Pasal 40

(1)  Partai Politik dilarang menggunakan nama, lambang, atau tanda gambar yang sama dengan:
a. bendera atau lambang negara Republik Indonesia;
b. lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah;
c. nama, bendera, lambang negara lain atau lembaga/badan internasional;
d. nama,  bendera,  simbol  organisasi  gerakan  separatis  atau organisasi terlarang;
e.  nama atau gambar seseorang; atau
f.   yang     mempunyai     persamaan     pada     pokoknya     atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar Partai Politik lain.

(2)  Partai Politik dilarang:
a. melakukan   kegiatan   yang  bertentangan   dengan   Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan; atau
b. melakukan  kegiatan   yang   membahayakan   keutuhan   dan keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(3) Partai Politik dilarang:
a. menerima   dari   atau    memberikan    kepada   pihak    asing sumbangan                      dalam      bentuk   apa   pun   yang   bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
b. menerima  sumbangan  berupa  uang,  barang, ataupun jasa dari pihak mana pun tanpa mencantumkan identitas yang jelas;
c.  menerima     sumbangan     dari     perseorangan     dan/atau perusahaan/badan usaha melebihi batas yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
d. meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik desa atau dengan sebutan lainnya;atau
e. menggunakan fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi,     dan         Dewan                   Perwakilan           Rakyat            Daerah kabupaten/kota sebagai sumber pendanaan Partai Politik.

(4)  Partai   Politik   dilarang   mendirikan   badan   usaha   dan/atau memiliki saham suatu badan usaha.

(5) Partai . . .


(5) Partai Politik dilarang menganut dan mengembangkan serta menyebarkan                         ajaran    atau    paham    komunisme/Marxisme- Leninisme.


BAB XVII

PEMBUBARAN DAN PENGGABUNGAN PARTAI POLITIK Pasal 41

Partai Politik bubar apabila:
a. membubarkan diri atas keputusan sendiri;
b. menggabungkan diri dengan Partai Politik lain; atau c.  dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi.


Pasal 42

Pembubaran Partai Politik atas keputusan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf a dilakukan berdasarkan AD dan ART.


Pasal 43

(1)  Penggabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 huruf b dapat  dilakukan dengan cara:
a. menggabungkan diri membentuk Partai Politik baru dengan nama, lambang, dan tanda gambar baru; atau
b. menggabungkan diri dengan menggunakan nama, lambang, dan tanda gambar salah satu Partai Politik.

(2)  Partai Politik baru hasil penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

(3)  Partai Politik yang menerima penggabungan Partai Politik lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak diwajibkan untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 dan Pasal 3.


Pasal 44

(1)  Pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 diberitahukan kepada Menteri.

(2)  Menteri    mencabut    status     badan    hukum    Partai    Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 45 . . .


Pasal 45
Pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 diumumkan                       dalam    Berita    Negara    Republik    Indonesia    oleh Departemen.

BAB XVIII PENGAWASAN Pasal 46
Pengawasan  terhadap  pelaksanaan  Undang-Undang ini dilakukan oleh  lembaga  negara  yang  berwenang  secara  fungsional  sesuai dengan undang-undang.

BAB XIX SANKSI Pasal 47
(1)  Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 40 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa penolakan pendaftaran Partai Politik sebagai badan hukum oleh Departemen.
(2)  Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf h dikenai sanksi administratif berupa teguran oleh Pemerintah.
(3)  Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf i dikenai sanksi administratif berupa penghentian bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sampai laporan diterima oleh Pemerintah dalam tahun anggaran berkenaan.
(4)  Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf j dikenai sanksi administratif berupa teguran oleh Komisi Pemilihan Umum.
(5)  Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf e dikenai sanksi administratif yang ditetapkan oleh badan/lembaga yang bertugas untuk menjaga kehormatan dan martabat Partai Politik beserta anggotanya.


Pasal 48

(1) Partai politik yang telah memiliki badan hukum melanggar ketentuan Pasal 40 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan kepengurusan oleh pengadilan negeri.


(2) Pelanggaran . . .


(2)  Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementara    Partai Politik                   yang    bersangkutan sesuai               dengan tingkatannya oleh pengadilan negeri paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Partai Politik yang telah dibekukan sementara sebagaimana dimaksud       pada                  ayat    (2)      dan melakukan            pelanggaran   lagi terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
(4)  Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  40  ayat  (3)  huruf  a,  pengurus  Partai Politik yang            bersangkutan             dipidana  dengan   pidana   penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang diterimanya.
(5)  Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf b, huruf c, dan huruf d, pengurus Partai Politik yang bersangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang diterimanya.
(6)  Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementara    kepengurusan                   Partai                 Politik  yang     bersangkutan sesuai dengan tingkatannya oleh pengadilan negeri serta aset dan sahamnya disita untuk negara.
(7)  Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5) dikenai sanksi pembubaran Partai Politik oleh Mahkamah Konstitusi.

Pasal 49

(1) Setiap orang atau perusahaan dan/atau badan usaha yang memberikan                        sumbangan    kepada    Partai    Politik    melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b dan huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang disumbangkannya.

(2)  Pengurus   Partai    Politik   yang   menerima    sumbangan    dari perseorangan dan/atau perusahaan/badan usaha yang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b dan huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang diterima.

(3)  Sumbangan  yang   diterima   Partai   Politik   dari   perseorangan dan/atau                  perusahaan/badan    usaha    yang    melebihi    batas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b dan huruf c disita untuk negara.

Pasal 50 . . .


Pasal 50

Pengurus Partai Politik yang menggunakan Partai Politiknya untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5) dituntut                berdasarkan   Undang-Undang  Nomor   27   Tahun   1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan  dengan  Kejahatan  terhadap  Keamanan  Negara  dalam Pasal 107 huruf c, huruf d, atau huruf e, dan Partai Politiknya dapat dibubarkan.

BAB XX KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 51
(1)  Partai   Politik   yang   telah   disahkan   sebagai   badan   hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik tetap diakui keberadaannya.
(2)  Partai   Politik   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat        (5)          paling     lama          pada    forum   tertinggi   pengambilan keputusan            Partai    Politik         pada   kesempatan   pertama   sesuai dengan AD dan ART setelah Undang-Undang ini diundangkan.
(3) Partai Politik yang sudah mendaftarkan diri ke Departemen sebelum Undang-Undang ini diundangkan, diproses sebagai badan hukum menurut Undang-Undang ini.
(4)  Penyelesaian perkara Partai Politik yang sedang dalam proses pemeriksaan di pengadilan dan belum diputus sebelum Undang- Undang ini diundangkan, penyelesaiannya diputus berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
(5) Perkara Partai Politik yang telah didaftarkan ke pengadilan sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan belum diproses, perkara dimaksud diperiksa dan diputus berdasarkan Undang- Undang ini.

BAB XXI KETENTUAN PENUTUP

Pasal 52
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor
31 Tahun 2002 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4251), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 53

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar . . .




Agar setiap  orang  mengetahuinya,  memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
pada tanggal 4 Januari 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



ttd.


DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO




Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Januari 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,


ttd.


ANDI MATTALATTA


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 2






Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,






Wisnu Setiawan












PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008
TENTANG PARTAI POLITIK


I.    UMUM

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagai hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, demokratis, dan berdasarkan hukum.

Dinamika   dan   perkembangan   masyarakat    yang   majemuk   menuntut peningkatan  peran,   fungsi,   dan   tanggung  jawab   Partai   Politik  dalam kehidupan  demokrasi  secara  konstitusional  sebagai  sarana  partisipasi politik masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik belum optimal mengakomodasi dinamika dan perkembangan masyarakat yang menuntut peran Partai Politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta tuntutan      mewujudkan                 Partai              Politik  sebagai organisasi                 yang   bersifat nasional dan modern sehingga Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik perlu diperbarui.

Undang-Undang  ini   mengakomodasi   beberapa   paradigma   baru   seiring dengan menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, melalui sejumlah pembaruan yang mengarah pada penguatan sistem dan kelembagaan Partai Politik, yang menyangkut demokratisasi internal Partai Politik, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan Partai Politik, peningkatan kesetaraan gender dan kepemimpinan Partai Politik dalam sistem nasional berbangsa dan bernegara.

Dalam  Undang-Undang  ini  diamanatkan  perlunya  pendidikan    politik dengan  memperhatikan  keadilan  dan kesetaraan gender yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban, meningkatkan partisipasi     politik                    dan        inisiatif             warga   negara,    serta    meningkatkan kemandirian dan kedewasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, pendidikan politik terus ditingkatkan agar terbangun karakter
Untuk . . .


bangsa yang merupakan watak atau kepribadian bangsa Indonesia yang terbentuk                    atas    dasar    kesepahaman     bersama    terhadap    nilai-nilai kebangsaan yang lahir dan tumbuh dalam kehidupan bangsa, antara lain kesadaran kebangsaan, cinta tanah air, kebersamaan, keluhuran budi pekerti, dan keikhlasan untuk berkorban bagi kepentingan bangsa.

Dalam   Undang-Undang   ini   dinyatakan   secara   tegas   larangan  untuk menganut,          mengembangkan,          dan         menyebarkan          ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme      sebagaimana       diamanatkan      oleh Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/Tahun 1966. Ketetapan MPRS ini diberlakukan         dengan                         memegang  teguh      prinsip       berkeadilan               dan menghormati hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia.

Seluruh  pokok  pikiran  di  atas  dituangkan  dalam  Undang-Undang  ini dengan sistematika sebagai berikut: (1) Ketentuan Umum; (2) Pembentukan Partai Politik; (3) Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga; (4)     Asas     dan      Ciri;       (5)   Tujuan      dan     Fungsi; (6)      Hak     dan    Kewajiban; (7) Keanggotaan dan Kedaulatan Anggota; (8) Organisasi dan Tempat Kedudukan;       (9)   Kepengurusan;   (10) Pengambilan       Keputusan; (11)        Rekrutmen         Politik;    (12) Peraturan    dan  Keputusan  Partai    Politik; (13)         Pendidikan        Politik;        (14)      Penyelesaian  Perselisihan  Partai Politik; (15) Keuangan; (16) Larangan; (17) Pembubaran dan Penggabungan Partai Politik;  (18)    Pengawasan;      (19)         Sanksi;       (20) Ketentuan    Peralihan;  dan (21) Ketentuan Penutup.

II.   PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas.



Pasal 2

Cukup jelas.



Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas.




Ayat (2) Huruf a
Cukup jelas. Huruf b







Huruf b . . .


Yang dimaksud dengan ”mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik lain” adalah memiliki kemiripan yang menonjol dan menimbulkan kesan adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara              penempatan,  cara   penulisan          maupun          kombinasi           antara unsur-unsur yang terdapat dalam nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik lain.

Huruf c

Kantor tetap ialah kantor yang layak, milik sendiri, sewa, pinjam pakai, serta mempunyai alamat tetap.

Huruf d

Kota/kabupaten administratif di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta kedudukannya setara dengan kota/kabupaten di provinsi lain.

Huruf e

Cukup jelas.



Pasal 4

Ayat (1)

Penelitian   dan/atau    verifikasi    Partai    Politik   dilakukan    secara administratif dan periodik oleh Departemen bekerja sama dengan instansi terkait.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Ayat (4)

Cukup jelas.



Pasal 5

Cukup jelas.





Pasal 6                                                                                             Pasal 6 . . .


Cukup jelas.



Pasal 7

Cukup jelas.



Pasal 8

Cukup jelas.



Pasal 9

Cukup jelas.



Pasal 10

Cukup jelas.



Pasal 11

Cukup jelas.



Pasal 12

Huruf a

Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Cukup jelas. Huruf f
Cukup jelas. Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h                                                                                       Huruf h . . .


Cukup jelas. Huruf i
Cukup jelas. Huruf j
Organisasi sayap Partai Politik merupakan organisasi yang dibentuk oleh dan/atau menyatakan diri sebagai sayap Partai Politik sesuai dengan  AD dan ART masing-masing Partai Politik.

Huruf k

Yang memperoleh bantuan keuangan adalah Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat  Daerah   provinsi,               Dewan     Perwakilan               Rakyat           Daerah kabupaten/kota.



Pasal 13

Huruf a

Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Cukup jelas. Huruf f
Cukup jelas. Huruf g
Cukup jelas. Huruf h
Cukup jelas. Huruf i
Laporan penggunaan dana bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan disampaikan oleh Partai Politik kepada Departemen Dalam Negeri.                                                                                       diperiksa . . .


Huruf j

Rekening    khusus    dana    kampanye    pemilihan    umum    hanya diberlakukan bagi Partai Politik peserta pemilihan umum.

Huruf k

Cukup jelas.


Pasal 14

Cukup jelas.



Pasal 15

Cukup jelas.



Pasal 16

Cukup jelas.



Pasal 17

Cukup jelas.



Pasal 18

Cukup jelas.



Pasal 19

Cukup jelas.



Pasal 20

Cukup jelas.



Pasal 21

Cukup jelas.




Pasal 22

Cukup jelas. Pasal 23





Pasal 23 . . .


Cukup jelas.



Pasal 24

Yang dimaksud dengan “forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik” adalah musyawarah nasional, kongres, muktamar, atau sebutan lainnya yang sejenis.



Pasal 25

Cukup jelas.



Pasal 26

Cukup jelas.



Pasal 27

Cukup jelas.



Pasal 28

Cukup jelas.



Pasal 29

Cukup jelas.



Pasal 30

Cukup jelas.



Pasal 31

Cukup jelas.



Pasal 32

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “perselisihan Partai Politik” meliputi antara lain: (1) perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan; (2) pelanggaran terhadap hak anggota Partai Politik; (3) pemecatan tanpa alasan yang jelas; (4) penyalahgunaan kewenangan; (5) pertanggung

alasan . . .


jawaban  keuangan;  dan/atau  (6)  keberatan  terhadap  keputusan
Partai Politik.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.



Pasal 33

Cukup jelas.



Pasal 34

Cukup jelas.



Pasal 35

Cukup jelas.



Pasal 36

Cukup jelas.



Pasal 37

Cukup jelas.



Pasal 38

Cukup jelas.



Pasal 39

Cukup jelas.




Pasal 40

Ayat (1)

Cukup jelas.






Ayat (2) . . .


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3) Huruf a
Yang dimaksud dengan “pihak asing” dalam ketentuan ini adalah warga     negara             asing,     pemerintahan                 asing,    atau    organisasi kemasyarakatan asing.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “identitas yang jelas” dalam ketentuan ini adalah nama dan alamat lengkap perseorangan atau perusahaan dan/atau badan usaha.

Huruf c

Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Larangan dalam ketentuan ini tidak termasuk sumbangan dari anggota fraksi.


Ayat (4)

Cukup jelas.


Ayat (5)

Cukup jelas.


Pasal 41

Cukup jelas.


Pasal 42

Cukup jelas.


Pasal 43

Ayat (1)

Penggabungan Partai Politik dalam ketentuan ini bukan merupakan gabungan                  Partai   Politik   sebagaimana   dimaksud   dalam   Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Perolehan . . .


Perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat               Daerah    provinsi,    Dewan    Perwakilan    Rakyat    Daerah kabupaten/kota hasil pemilihan umum tahun 2004 tidak hilang bagi Partai Politik yang bergabung.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.



Pasal 44
Cukup jelas.



Pasal 45
Cukup jelas.



Pasal 46
Yang    dimaksud    dengan    “sesuai    dengan    undang-undang”   dalam ketentuan           ini   adalah sesuai     dengan   undang-undang       organik   yang memberikan kewenangan kepada lembaga negara untuk melakukan pengawasan.



Pasal 47
Cukup jelas.



Pasal 48

Cukup jelas.



Pasal 49

Cukup jelas. Pasal 50
Cukup jelas.



Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52 . . .


Pasal 52

Cukup jelas.


Pasal 53

Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4801

Tidak ada komentar:

Posting Komentar