UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN
2008
TENTANG
PARTAI POLITIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan
pikiran dan pendapat merupakan
hak asasi
manusia yang diakui dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. bahwa untuk memperkukuh kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang kuat dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, serta demokratis
dan berdasarkan hukum;
c. bahwa kaidah demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan
rakyat, aspirasi, keterbukaan, keadilan,
tanggung jawab, dan
perlakuan yang tidak
diskriminatif dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia perlu diberi
landasan hukum;
d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik
masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung jawab;
e.
bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang
Partai Politik perlu diperbarui
sesuai dengan tuntutan dan dinamika perkembangan masyarakat;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Partai
Politik.
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 6A ayat (2), Pasal 20, Pasal
22E ayat (3), Pasal 24C ayat (1), Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28J
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
Dengan . . .
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK.
BAB
I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara
sukarela atas dasar
kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Anggaran Dasar Partai Politik, selanjutnya
disingkat AD, adalah peraturan dasar
Partai Politik.
3. Anggaran
Rumah Tangga Partai
Politik, selanjutnya disingkat
ART,
adalah peraturan yang dibentuk sebagai
penjabaran AD.
4.
Pendidikan Politik adalah
proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung
jawab
setiap warga negara dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
5.
Keuangan Partai Politik adalah semua hak
dan kewajiban Partai Politik yang
dapat dinilai
dengan uang, berupa uang, atau barang serta segala bentuk kekayaan yang dimiliki dan menjadi
tanggung jawab Partai Politik.
6. Menteri
adalah Menteri yang membidangi urusan
hukum dan hak asasi manusia.
7.
Departemen adalah Departemen yang membidangi urusan
hukum dan hak asasi manusia.
BAB II . . .
BAB
II PEMBENTUKAN PARTAI POLITIK
Pasal 2
(1) Partai Politik didirikan dan dibentuk
oleh paling sedikit 50 (lima puluh) orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21
(dua puluh satu) tahun dengan akta notaris.
(2)
Pendirian dan pembentukan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyertakan 30% (tiga puluh
perseratus) keterwakilan perempuan.
(3)
Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat
AD dan ART serta kepengurusan Partai Politik
tingkat pusat.
(4)
AD
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit:
a. asas dan ciri Partai Politik;
b. visi dan misi Partai Politik;
c.
nama,
lambang, dan tanda gambar Partai Politik;
d. tujuan dan fungsi Partai Politik;
e.
organisasi,
tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan;
f. kepengurusan
Partai Politik;
g. peraturan dan keputusan Partai Politik;
h.
pendidikan politik; dan i. keuangan
Partai Politik.
(5)
Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan menyertakan paling
rendah 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.
Pasal 3
(1) Partai Politik harus didaftarkan ke Departemen
untuk menjadi badan hukum.
(2) Untuk menjadi
badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Partai Politik harus mempunyai:
a. akta notaris pendirian Partai Politik;
b. nama, lambang, atau tanda gambar yang
tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar yang telah dipakai secara
sah oleh Partai Politik lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
c.
kantor
tetap;
d. kepengurusan . . .
d.
kepengurusan paling sedikit
60% (enam puluh perseratus) dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh
perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan
25% (dua puluh lima
perseratus) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada daerah yang
bersangkutan; dan
e.
memiliki
rekening atas nama Partai Politik.
Pasal 4
(1)
Departemen menerima pendaftaran dan melakukan penelitian dan/atau
verifikasi kelengkapan dan kebenaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (2).
(2) Penelitian dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya dokumen persyaratan
secara lengkap.
(3) Pengesahan Partai Politik menjadi
badan hukum dilakukan dengan Keputusan Menteri paling
lama 15 (lima belas) hari sejak berakhirnya proses penelitian dan/atau
verifikasi.
(4)
Keputusan Menteri mengenai pengesahan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
BAB III
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PARTAI POLITIK Pasal 5
(1) Perubahan AD dan ART harus didaftarkan ke Departemen paling
lama 14 (empat belas) hari terhitung
sejak terjadinya perubahan tersebut.
(2) Pendaftaran perubahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyertakan
akta notaris mengenai perubahan AD dan ART.
Pasal 6
Perubahan
yang tidak menyangkut hal pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) diberitahukan kepada Menteri tanpa menyertakan akta notaris.
Pasal 7
(1) Menteri mengesahkan perubahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 paling lama 14
(empat belas) hari terhitung sejak diterimanya dokumen persyaratan
secara lengkap.
(2) Pengesahan . . .
(2) Pengesahan
perubahan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 8
Dalam hal terjadi perselisihan Partai Politik, pengesahan
perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) tidak dapat dilakukan
oleh Menteri.
BAB
IV ASAS DAN CIRI Pasal 9
(1) Asas Partai Politik
tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia
Tahun
1945.
(2) Partai Politik dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan
cita-cita Partai Politik yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
(3) Asas dan ciri Partai Politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) merupakan penjabaran dari Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
BAB V TUJUAN DAN FUNGSI Pasal
10
(1)
Tujuan umum Partai Politik adalah:
a. mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b.
menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
c.
mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan
Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;
dan
d. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
rakyat Indonesia.
(2) Tujuan
. . .
(2)
Tujuan khusus Partai Politik adalah:
a. meningkatkan partisipasi
politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan;
b. memperjuangkan cita-cita
Partai Politik dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan
c. membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(3) Tujuan Partai
Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diwujudkan secara konstitusional.
Pasal 11
(1)
Partai
Politik berfungsi sebagai sarana:
a. pendidikan politik bagi anggota
dan masyarakat luas agar menjadi
warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
b. penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk
kesejahteraan masyarakat;
c. penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;
d.
partisipasi politik warga negara Indonesia; dan
e.
rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan
politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan
gender.
(2) Fungsi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diwujudkan
secara konstitusional.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 12
Partai
Politik berhak:
a. memperoleh perlakuan yang sama,
sederajat, dan adil
dari
negara;
b. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara
mandiri;
c. memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar
Partai Politik sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
d. ikut . . .
d. ikut
serta
dalam
pemilihan
umum
untuk
memilih
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil
kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
e. membentuk
fraksi di tingkat
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
f. mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
g. mengusulkan pergantian antarwaktu anggotanya di Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
h. mengusulkan pemberhentian anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sesuai
dengan peraturan
perundang-undangan;
i. mengusulkan
pasangan calon Presiden
dan
Wakil
Presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil
bupati, serta calon walikota dan wakil walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
j. membentuk dan
memiliki organisasi sayap Partai Politik; dan
k. memperoleh
bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 13
Partai
Politik berkewajiban:
a. mengamalkan
Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan peraturan
perundang-undangan;
b. memelihara dan mempertahankan keutuhan
Negara Kesatuan
Republik
Indonesia;
c. berpartisipasi
dalam pembangunan nasional;
d. menjunjung tinggi supremasi
hukum, demokrasi, dan hak asasi
manusia;
e. melakukan
pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi
politik anggotanya;
f. menyukseskan
penyelenggaraan pemilihan umum;
g. melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data
anggota;
h. membuat . . .
h. membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan
jumlah sumbangan yang diterima, serta terbuka kepada
masyarakat;
i. menyampaikan laporan pertanggungjawaban
penerimaan
dan pengeluaran keuangan yang bersumber dari dana bantuan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah secara berkala 1 (satu) tahun sekali kepada Pemerintah setelah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan;
j. memiliki rekening
khusus
dana
kampanye
pemilihan
umum;
dan
k. menyosialisasikan
program Partai Politik kepada masyarakat.
BAB VII
KEANGGOTAAN DAN KEDAULATAN ANGGOTA Pasal
14
(1)
Warga negara
Indonesia dapat menjadi
anggota Partai Politik
apabila telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau
sudah/pernah kawin.
(2) Keanggotaan Partai Politik bersifat sukarela, terbuka, dan tidak
diskriminatif bagi warga negara Indonesia yang menyetujui AD dan ART.
Pasal 15
(1) Kedaulatan Partai Politik berada di tangan anggota yang dilaksanakan menurut AD dan ART.
(2) Anggota Partai Politik mempunyai hak dalam menentukan
kebijakan serta hak memilih dan dipilih.
(3)
Anggota Partai
Politik wajib mematuhi dan melaksanakan AD
dan
ART serta berpartisipasi dalam kegiatan Partai Politik.
Pasal 16
(1)
Anggota Partai
Politik diberhentikan keanggotannya dari Partai
Politik
apabila:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri secara tertulis;
c. menjadi
anggota Partai Politik lain; atau d. melanggar
AD dan ART.
(2) Tata
. . .
(2)
Tata cara pemberhentian keanggotaan Partai Politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam peraturan Partai Politik.
(3) Dalam hal anggota Partai Politik yang diberhentikan adalah
anggota lembaga perwakilan rakyat, pemberhentian dari keanggotaan Partai
Politik diikuti dengan pemberhentian dari keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
ORGANISASI DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 17
(1)
Organisasi
Partai Politik terdiri atas:
a. organisasi tingkat pusat;
b. organisasi tingkat provinsi; dan
c. organisasi tingkat kabupaten/kota.
(2) Organisasi Partai Politik dapat dibentuk sampai tingkat kelurahan/desa atau sebutan lain.
(3)
Organisasi Partai Politik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
mempunyai hubungan kerja yang bersifat hierarkis.
Pasal 18
(1)
Organisasi Partai Politik tingkat
pusat berkedudukan di ibu kota negara.
(2) Organisasi
Partai Politik tingkat
provinsi berkedudukan di ibu
kota provinsi.
(3)
Organisasi Partai Politik tingkat
kabupaten/kota berkedudukan di
ibu kota kabupaten/kota.
BAB
IX KEPENGURUSAN Pasal 19
(1) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di ibu kota negara.
(2)
Kepengurusan Partai Politik
tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3) Kepengurusan . . .
(3) Kepengurusan Partai Politik tingkat kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota
kabupaten/kota.
(4)
Dalam hal kepengurusan
Partai Politik dibentuk sampai tingkat kelurahan/desa atau sebutan lain, kedudukan kepengurusannya disesuaikan dengan wilayah yang bersangkutan.
Pasal 20
Kepengurusan
Partai Politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat
(2) dan ayat (3) disusun dengan memperhatikan keterwakilan perempuan paling rendah
30%
(tiga puluh perseratus) yang diatur dalam
AD dan ART Partai
Politik masing-masing.
Pasal 21
Kepengurusan Partai Politik dapat membentuk badan/lembaga yang bertugas untuk
menjaga kehormatan dan martabat Partai
Politik beserta anggotanya.
Pasal 22
Kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dipilih secara
demokratis melalui musyawarah sesuai dengan AD dan ART.
Pasal 23
(1) Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan
dilakukan sesuai dengan AD dan ART.
(2) Susunan kepengurusan hasil pergantian kepengurusan Partai Politik tingkat pusat
didaftarkan ke Departemen
paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya pergantian kepengurusan.
(3)
Susunan kepengurusan baru Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan
Menteri paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya persyaratan.
Pasal 24
Dalam
hal terjadi perselisihan kepengurusan Partai Politik hasil forum tertinggi
pengambilan keputusan Partai Politik, pengesahan perubahan kepengurusan belum dapat dilakukan oleh Menteri sampai perselisihan terselesaikan.
Pasal 25 . . .
Pasal 25
Perselisihan kepengurusan Partai Politik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 terjadi
apabila
pergantian kepengurusan Partai Politik yang bersangkutan
ditolak
oleh
paling
rendah 2/3 (dua pertiga) dari jumlah peserta forum
tertinggi pengambilan keputusan
Partai Politik.
Pasal 26
(1) Anggota Partai Politik yang berhenti atau yang diberhentikan dari kepengurusan dan/atau keanggotaan Partai Politiknya tidak
dapat membentuk kepengurusan dan/atau Partai Politik yang sama.
(2)
Dalam hal dibentuk kepengurusan dan/atau Partai Politik
yang sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), keberadaannya
tidak diakui oleh Undang-Undang ini.
BAB
X PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 27
Pengambilan keputusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan secara demokratis.
Pasal 28
Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sesuai dengan AD dan ART Partai Politik.
BAB
XI REKRUTMEN POLITIK
Pasal 29
(1) Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap warga
negara
Indonesia untuk menjadi:
a. anggota Partai Politik;
b. bakal calon anggota
Dewan Perwakilan Rakyat
dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah;
c. bakal calon Presiden dan Wakil
Presiden; dan
d. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala
daerah.
(2) Rekrutmen . . .
(2)
Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1)
dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai
dengan AD dan ART serta peraturan perundang-undangan.
(3)
Penetapan
atas rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan keputusan pengurus Partai
Politik sesuai dengan AD dan ART.
BAB XII
PERATURAN
DAN KEPUTUSAN PARTAI POLITIK Pasal 30
Partai Politik berwenang membentuk dan menetapkan
peraturan dan/atau keputusan Partai Politik berdasarkan AD dan ART serta tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
BAB XIII PENDIDIKAN POLITIK
Pasal 31
(1)
Partai Politik melakukan pendidikan
politik bagi masyarakat sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawabnya dengan
memperhatikan keadilan dan kesetaraan
gender dengan tujuan antara lain:
a. meningkatkan kesadaran
hak dan kewajiban
masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
b. meningkatkan
partisipasi
politik
dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan
c. meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan
kesatuan bangsa.
(2)
Pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk membangun etika dan budaya politik sesuai dengan Pancasila.
BAB XIV
PENYELESAIAN PERSELISIHAN PARTAI POLITIK Pasal 32
(1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan dengan cara musyawarah
mufakat.
(2) Dalam . . .
(2)
Dalam hal musyawarah mufakat
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian perselisihan Partai Politik ditempuh melalui pengadilan atau di
luar pengadilan.
(3)
Penyelesaian perselisihan di luar pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui rekonsiliasi, mediasi, atau arbitrase Partai Politik yang mekanismenya
diatur dalam AD dan ART.
Pasal 33
(1) Perkara Partai Politik berkenaan dengan ketentuan Undang- Undang ini diajukan
melalui pengadilan negeri.
(2) Putusan pengadilan negeri adalah
putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada
Mahkamah Agung.
(3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh pengadilan
negeri paling lama
60 (enam puluh)
hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan
oleh Mahkamah Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak memori kasasi terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung.
BAB XV KEUANGAN Pasal 34
(1)
Keuangan
Partai Politik bersumber dari:
a. iuran anggota;
b. sumbangan yang sah menurut hukum; dan
c. bantuan
keuangan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2) Sumbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, dapat berupa uang, barang,
dan/atau jasa.
(3)
Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c diberikan secara proporsional
kepada Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah kabupaten/kota yang
penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara.
(4)
Bantuan
keuangan kepada Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 35 . . .
Pasal 35
(1)
Sumbangan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 34 ayat
(1)
huruf
b yang diterima Partai Politik berasal dari:
a. perseorangan anggota Partai
Politik yang pelaksanaannya diatur dalam AD dan ART;
b.
perseorangan bukan anggota
Partai Politik,
paling banyak
senilai Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
per orang dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran; dan
c.
perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah) per perusahaan dan/atau badan usaha dalam waktu 1 (satu)
tahun anggaran.
(2)
Sumbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didasarkan
pada prinsip kejujuran, sukarela, keadilan,
terbuka, tanggung jawab, serta kedaulatan dan kemandirian Partai Politik.
Pasal 36
(1)
Sumber keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
merupakan pendapatan yang dapat digunakan untuk pengeluaran dalam pelaksanaan
program, mencakup pendidikan politik, dan operasional sekretariat Partai
Politik.
(2) Penerimaan
dan pengeluaran keuangan
Partai Politik dikelola
melalui rekening kas umum Partai Politik.
(3) Pengurus Partai Politik di setiap tingkatan melakukan pencatatan atas semua penerimaan dan
pengeluaran keuangan Partai Politik.
Pasal 37
Pengurus
Partai Politik di setiap tingkatan organisasi menyusun laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran
keuangan setelah tahun anggaran berkenaan berakhir.
Pasal 38
Hasil pemeriksaan
laporan pertanggungjawaban
penerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 terbuka untuk diketahui masyarakat.
Pasal 39
Pengelolaan keuangan Partai
Politik diatur lebih lanjut dalam AD
dan ART.
BAB XVI . . .
BAB XVI LARANGAN Pasal 40
(1) Partai
Politik dilarang menggunakan nama, lambang, atau tanda
gambar yang sama dengan:
a. bendera atau lambang negara Republik
Indonesia;
b. lambang lembaga negara atau lambang
Pemerintah;
c.
nama, bendera, lambang negara lain atau lembaga/badan internasional;
d. nama,
bendera, simbol organisasi gerakan
separatis atau organisasi terlarang;
e.
nama
atau gambar seseorang; atau
f. yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar Partai Politik lain.
(2)
Partai
Politik dilarang:
a. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan; atau
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(3) Partai Politik dilarang:
a. menerima dari atau memberikan kepada pihak asing
sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
b.
menerima sumbangan berupa
uang, barang, ataupun
jasa dari pihak mana pun tanpa mencantumkan identitas yang jelas;
c.
menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau perusahaan/badan usaha melebihi batas yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
d.
meminta atau menerima dana dari
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha
milik desa atau dengan sebutan
lainnya;atau
e.
menggunakan fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
kabupaten/kota sebagai sumber pendanaan Partai Politik.
(4)
Partai Politik dilarang mendirikan badan usaha dan/atau
memiliki saham suatu badan usaha.
(5) Partai . . .
(5)
Partai Politik dilarang menganut dan
mengembangkan serta menyebarkan ajaran atau paham komunisme/Marxisme- Leninisme.
BAB XVII
PEMBUBARAN DAN PENGGABUNGAN PARTAI POLITIK Pasal 41
Partai Politik bubar apabila:
a. membubarkan
diri atas keputusan sendiri;
b. menggabungkan
diri dengan Partai Politik lain; atau c. dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Pasal 42
Pembubaran Partai Politik atas keputusan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf a dilakukan berdasarkan AD
dan ART.
Pasal 43
(1) Penggabungan Partai Politik
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal
41 huruf b dapat
dilakukan dengan cara:
a.
menggabungkan diri membentuk Partai Politik baru dengan nama, lambang, dan tanda gambar baru;
atau
b.
menggabungkan diri dengan
menggunakan nama,
lambang, dan tanda gambar
salah satu Partai Politik.
(2)
Partai Politik baru hasil penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
(3) Partai Politik yang menerima penggabungan Partai Politik lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b tidak diwajibkan untuk memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 dan Pasal
3.
Pasal 44
(1) Pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 diberitahukan kepada Menteri.
(2) Menteri mencabut status badan hukum Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 45 . . .
Pasal 45
Pembubaran
Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia oleh Departemen.
BAB XVIII PENGAWASAN Pasal 46
Pengawasan terhadap
pelaksanaan Undang-Undang ini dilakukan
oleh lembaga negara
yang berwenang secara
fungsional sesuai dengan
undang-undang.
BAB XIX SANKSI Pasal 47
(1) Pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 40 ayat (1) dikenai
sanksi administratif berupa penolakan
pendaftaran Partai Politik sebagai badan hukum oleh
Departemen.
(2) Pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf h dikenai sanksi administratif berupa teguran oleh Pemerintah.
(3) Pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf i dikenai sanksi
administratif berupa penghentian bantuan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sampai laporan diterima
oleh Pemerintah dalam tahun anggaran berkenaan.
(4) Pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf j dikenai sanksi administratif berupa teguran oleh
Komisi Pemilihan Umum.
(5) Pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf
e dikenai sanksi administratif yang ditetapkan oleh badan/lembaga yang bertugas untuk menjaga
kehormatan dan martabat Partai Politik beserta anggotanya.
Pasal 48
(1)
Partai politik yang telah memiliki badan hukum melanggar ketentuan Pasal 40
ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan kepengurusan oleh
pengadilan negeri.
(2) Pelanggaran . . .
(2) Pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementara Partai Politik yang bersangkutan sesuai dengan tingkatannya oleh
pengadilan negeri paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Partai Politik yang telah dibekukan sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan melakukan pelanggaran lagi terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (2) dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
(4) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40
ayat (3) huruf a,
pengurus Partai Politik yang bersangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan denda
2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang diterimanya.
(5) Dalam
hal terjadi pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf b, huruf c, dan huruf d, pengurus Partai Politik yang bersangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda 2 (dua)
kali lipat dari jumlah dana yang diterimanya.
(6) Pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementara kepengurusan Partai Politik yang bersangkutan
sesuai dengan tingkatannya oleh pengadilan negeri serta aset dan sahamnya disita untuk negara.
(7)
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
40 ayat (5) dikenai sanksi pembubaran
Partai Politik oleh Mahkamah Konstitusi.
Pasal 49
(1) Setiap orang
atau perusahaan dan/atau badan usaha yang memberikan sumbangan kepada Partai Politik melebihi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
(1) huruf b dan huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) bulan dan denda 2 (dua) kali
lipat dari jumlah dana yang disumbangkannya.
(2)
Pengurus Partai Politik yang menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau perusahaan/badan
usaha yang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
(1) huruf b dan huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah
dana yang diterima.
(3)
Sumbangan yang diterima Partai Politik dari perseorangan
dan/atau perusahaan/badan usaha yang melebihi batas
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
(1) huruf b dan huruf c disita untuk negara.
Pasal 50 . . .
Pasal 50
Pengurus
Partai Politik yang menggunakan Partai Politiknya untuk melakukan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5)
dituntut berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara dalam Pasal 107 huruf c, huruf d, atau huruf e, dan Partai Politiknya
dapat dibubarkan.
BAB
XX KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 51
(1)
Partai Politik yang telah disahkan sebagai badan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik tetap diakui keberadaannya.
(2) Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) paling lama pada forum tertinggi pengambilan
keputusan Partai Politik pada kesempatan pertama sesuai
dengan AD dan ART setelah Undang-Undang ini diundangkan.
(3)
Partai Politik yang sudah mendaftarkan diri ke Departemen sebelum Undang-Undang ini diundangkan,
diproses sebagai badan hukum menurut
Undang-Undang ini.
(4)
Penyelesaian perkara Partai
Politik yang sedang dalam proses pemeriksaan di pengadilan dan belum diputus sebelum Undang- Undang ini diundangkan,
penyelesaiannya diputus berdasarkan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik.
(5)
Perkara Partai Politik yang
telah didaftarkan ke pengadilan sebelum Undang-Undang ini diundangkan
dan belum diproses, perkara dimaksud diperiksa
dan diputus berdasarkan Undang-
Undang ini.
BAB XXI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 52
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor
31 Tahun
2002 tentang Partai Politik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4251), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 53
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta
pada
tanggal 4 Januari 2008
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
DR.
H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 4 Januari 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI
MATTALATTA
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2008 NOMOR 2
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA
RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang-undangan
Bidang
Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN
2008
TENTANG
PARTAI POLITIK
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul,
dan mengeluarkan pendapat sebagai hak
asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil, demokratis, dan berdasarkan hukum.
Dinamika dan perkembangan masyarakat yang majemuk menuntut peningkatan peran, fungsi, dan tanggung jawab Partai Politik dalam kehidupan demokrasi
secara konstitusional
sebagai sarana partisipasi politik masyarakat dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia,
mengembangkan kehidupan demokrasi
berdasarkan Pancasila sebagaimana
termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung
tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mewujudkan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2002 tentang
Partai Politik belum optimal
mengakomodasi dinamika dan perkembangan masyarakat yang menuntut peran Partai Politik
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta tuntutan mewujudkan Partai Politik sebagai organisasi yang bersifat nasional dan modern sehingga Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik perlu
diperbarui.
Undang-Undang ini mengakomodasi beberapa paradigma baru seiring
dengan menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, melalui sejumlah pembaruan yang mengarah pada
penguatan sistem dan kelembagaan Partai Politik, yang menyangkut demokratisasi internal Partai Politik, transparansi dan akuntabilitas dalam
pengelolaan keuangan Partai Politik, peningkatan
kesetaraan gender dan kepemimpinan Partai Politik dalam sistem nasional berbangsa dan bernegara.
Dalam
Undang-Undang
ini
diamanatkan
perlunya
pendidikan politik
dengan memperhatikan keadilan
dan kesetaraan gender
yang ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban, meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif warga negara, serta meningkatkan
kemandirian dan kedewasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, pendidikan politik
terus ditingkatkan
agar terbangun karakter
Untuk . . .
bangsa yang merupakan watak atau kepribadian bangsa Indonesia
yang terbentuk atas dasar kesepahaman bersama terhadap nilai-nilai
kebangsaan yang lahir dan tumbuh dalam kehidupan bangsa, antara lain kesadaran
kebangsaan, cinta tanah air, kebersamaan, keluhuran budi pekerti, dan
keikhlasan untuk berkorban bagi kepentingan bangsa.
Dalam Undang-Undang ini dinyatakan secara tegas larangan untuk menganut, mengembangkan, dan menyebarkan ajaran
komunisme/Marxisme-Leninisme sebagaimana diamanatkan oleh Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/Tahun
1966. Ketetapan MPRS ini diberlakukan dengan memegang teguh prinsip berkeadilan dan
menghormati hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia.
Seluruh pokok
pikiran di
atas dituangkan dalam Undang-Undang ini dengan sistematika sebagai berikut: (1) Ketentuan
Umum; (2) Pembentukan Partai Politik;
(3) Perubahan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga; (4) Asas dan Ciri; (5) Tujuan dan Fungsi; (6) Hak dan Kewajiban;
(7) Keanggotaan dan Kedaulatan Anggota; (8) Organisasi dan Tempat Kedudukan; (9) Kepengurusan; (10) Pengambilan Keputusan;
(11) Rekrutmen Politik; (12) Peraturan dan Keputusan Partai Politik;
(13) Pendidikan Politik; (14) Penyelesaian Perselisihan Partai Politik; (15) Keuangan; (16) Larangan; (17) Pembubaran dan Penggabungan
Partai Politik; (18) Pengawasan; (19) Sanksi; (20) Ketentuan Peralihan; dan (21) Ketentuan Penutup.
II. PASAL DEMI
PASAL Pasal 1
Cukup
jelas.
Pasal 2
Cukup
jelas.
Pasal 3
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat (2) Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Huruf b . . .
Yang
dimaksud dengan ”mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, dan tanda
gambar Partai Politik lain” adalah
memiliki kemiripan yang menonjol dan menimbulkan kesan adanya persamaan, baik
mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan maupun kombinasi antara unsur-unsur yang terdapat
dalam nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik lain.
Huruf c
Kantor tetap ialah kantor yang layak, milik sendiri, sewa, pinjam pakai, serta mempunyai alamat tetap.
Huruf d
Kota/kabupaten administratif di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta kedudukannya setara dengan
kota/kabupaten di provinsi lain.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal
4
Ayat
(1)
Penelitian dan/atau verifikasi Partai Politik dilakukan secara administratif dan periodik oleh
Departemen bekerja sama dengan instansi terkait.
Ayat
(2)
Cukup jelas.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat
(4)
Cukup jelas.
Pasal
5
Cukup
jelas.
Pasal 6 Pasal 6 . . .
Cukup
jelas.
Pasal
7
Cukup
jelas.
Pasal
8
Cukup
jelas.
Pasal
9
Cukup
jelas.
Pasal
10
Cukup
jelas.
Pasal
11
Cukup
jelas.
Pasal
12
Huruf
a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Cukup jelas. Huruf f
Cukup jelas. Huruf g
Cukup
jelas.
Huruf h Huruf h . . .
Cukup jelas. Huruf i
Cukup jelas. Huruf j
Organisasi sayap Partai
Politik merupakan organisasi yang dibentuk oleh dan/atau menyatakan diri
sebagai sayap Partai Politik sesuai
dengan AD dan ART masing-masing Partai
Politik.
Huruf
k
Yang
memperoleh bantuan keuangan adalah Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota.
Pasal
13
Huruf
a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Cukup jelas. Huruf f
Cukup jelas. Huruf g
Cukup jelas. Huruf h
Cukup jelas. Huruf i
Laporan penggunaan dana bantuan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan disampaikan oleh Partai Politik kepada Departemen Dalam
Negeri. diperiksa . . .
Huruf
j
Rekening khusus dana kampanye pemilihan umum hanya
diberlakukan bagi Partai Politik peserta pemilihan umum.
Huruf
k
Cukup
jelas.
Pasal
14
Cukup
jelas.
Pasal
15
Cukup
jelas.
Pasal
16
Cukup
jelas.
Pasal
17
Cukup
jelas.
Pasal
18
Cukup
jelas.
Pasal
19
Cukup
jelas.
Pasal
20
Cukup
jelas.
Pasal
21
Cukup
jelas.
Pasal
22
Cukup jelas. Pasal 23
Pasal 23 . . .
Cukup jelas.
Pasal
24
Yang dimaksud dengan “forum tertinggi
pengambilan keputusan Partai
Politik” adalah musyawarah nasional, kongres, muktamar, atau sebutan lainnya
yang sejenis.
Pasal
25
Cukup jelas.
Pasal
26
Cukup jelas.
Pasal
27
Cukup jelas.
Pasal
28
Cukup jelas.
Pasal
29
Cukup jelas.
Pasal
30
Cukup jelas.
Pasal
31
Cukup jelas.
Pasal
32
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
“perselisihan Partai Politik” meliputi antara lain: (1) perselisihan yang
berkenaan dengan kepengurusan; (2) pelanggaran terhadap hak anggota Partai
Politik; (3) pemecatan tanpa alasan yang jelas;
(4) penyalahgunaan kewenangan; (5) pertanggung
alasan . . .
jawaban
keuangan;
dan/atau
(6)
keberatan
terhadap
keputusan
Partai Politik.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal
33
Cukup
jelas.
Pasal
34
Cukup
jelas.
Pasal
35
Cukup
jelas.
Pasal
36
Cukup
jelas.
Pasal
37
Cukup
jelas.
Pasal
38
Cukup
jelas.
Pasal
39
Cukup
jelas.
Pasal
40
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat (2) . . .
Ayat
(2)
Cukup jelas.
Ayat (3) Huruf a
Yang dimaksud dengan “pihak asing” dalam ketentuan
ini adalah warga negara asing, pemerintahan asing, atau organisasi
kemasyarakatan asing.
Huruf b
Yang
dimaksud dengan “identitas yang jelas” dalam ketentuan ini
adalah nama dan alamat lengkap perseorangan atau perusahaan dan/atau badan usaha.
Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Larangan dalam ketentuan ini tidak termasuk
sumbangan dari anggota fraksi.
Ayat
(4)
Cukup jelas.
Ayat
(5)
Cukup jelas.
Pasal
41
Cukup
jelas.
Pasal
42
Cukup
jelas.
Pasal
43
Ayat
(1)
Penggabungan Partai Politik dalam ketentuan ini bukan merupakan gabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Perolehan . . .
Perolehan
kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota hasil pemilihan umum tahun
2004 tidak hilang bagi
Partai Politik yang bergabung.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal
44
Cukup jelas.
Pasal
45
Cukup jelas.
Pasal
46
Yang dimaksud dengan “sesuai dengan undang-undang” dalam ketentuan ini adalah sesuai dengan undang-undang organik yang
memberikan kewenangan kepada lembaga negara untuk melakukan pengawasan.
Pasal
47
Cukup jelas.
Pasal
48
Cukup jelas.
Pasal
49
Cukup jelas. Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal
51
Cukup jelas.
Pasal 52 . . .
Pasal
52
Cukup
jelas.
Pasal
53
Cukup
jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4801
Tidak ada komentar:
Posting Komentar